Teknologi pengolahan limbah
cair yang paling sederhana adalah menggunakan sistem lumpur aktif. Secara
prinsip, sistem ini memanfaatkan mikroorganisme untuk mengkonsumsi
komponen-komponen limbah sebagai sumber makanan atau energi. Berdasarkan jenis
mikroorganisme yang digunakan, proses ini dibagi menjadi dua jenis. Proses
aerobik (memerlukan oksigen) dan proses anaerobik (tanpa oksigen). Perbedaan
kedua proses ini akan dijelaskan secara terperinci di pembahasan khusus. Untuk
pembahasan mengenai bioreaktor membran, sistem lumpur aktif mengacu pada proses
aerobik.
Diagram
alir proses mengenai sistem lumpur aktif diatas merupakan diagram proses yang
disederhanakan. Unit-unit peralatan jauh lebih banyak dan kompleks. Air limbah
yang mengandung polutan organik masuk kedalam bioreaktor. Didalam bioreaktor
tumbuh mikroorganisme yang akan mengkonsumsi komponen organik tersebut.
Komponen organik sebagian akan dioksidasi menjadi CO2 dan H2O dan sebagian lagi
digunakan untuk reproduksi. Umumnya, pada SLA yang baik, mikroorgaisme
membentuk flok sehingga ukurannya bisa mencapai 50-100 mikron. Karena wujud
fisiknya secara visual mirip lumpur, maka mikroorganisme pada SLA sering
disebut lumpur aktif.
Dari
bioreaktor air limbah yang diolah dipisahkan dengan lumpur aktif yang berupa
flok di bagian sedimentasi. Flok yang berat akan terendapkan dan air yang telah
diolah bisa dipisahkan dengan metode gravitasi saja. Lumpur yang mengendap
selanjutnya dikembalikan ke dalam bioreaktor.
Karena terus jumlah mikroorganisme didalam sistem akan terus bertambah.
Maka untuk menjaga agar konsetrasinya tetap sama atau sesuai dengan desain,
dilakukan pembuangan secara berkala atau kontinu dari bak sedimentasi. Lumpur
aktif tersebut selanjutnya di deaktifasi kemudian di saring dan dikeringkan
dalam bentuk padatan.
Lumpur Aktif (Activated Sludge)
Secara umum proses lumpur aktif adalah proses dengan metode
aerobik baik secara kontinu maupun semikontinu yang digunakan pada pengolahan
biologis limbah cair industri, di dalamnya mencakup oksidasi karbon dan
nitrifikasi. Proses ini didasarkan pada aerasi air limbah dengan flokulasi
pertumbuhan biologis, dan diikuti oleh pemisahan. Bagian dari tahap ini
kemudian dibuang, dan sisanya dikembalikan ke sistem. Biasanya, pemisahan dari
air limbah dilakukan dengan proses pengendapan. Proses lumpur aktif saat ini
merupakan teknologi yang paling berkembang untuk pengolahan air limbah.
Pemanfaatan sistem lumpur aktif dapat diterapkan dalam kondisi iklim yang
berbeda, dari daerah tropis hingga daerah kutub, dari permukaan laut (instalasi
pengolahan air limbah di kapal) dan ketinggian yang ekstrim (pegunungan).
Industri pengolahan Air Limbah yang dilengkapi dengan proses lumpur aktif mampu
memenuhi kriteria limbah yang sesuai dengan baku mutu air limbah berdasarkan
industrinya (Dohse and Heywood,1998).
Pada proses lumpur aktif mikroorganisme membentuk
gumpalan-gumpalan koloni bakteri yang bergerak secara bebas tertahan di dalam
air limbah. Mikroorganisme-mikroorganisme dapat keluar melalui aliran keluar
air limbah sehingga densitas bakteri di dalam reaktor harus dikontrol. Pada
proses dengan kecepatan tinggi dan waktu tinggal hidraulik pendek, pengembalian
atau recycling bakteri merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk
mengontrol densitas bakteri di dalam reaktor (Siregar,2005).
Dohse dan Heywood (1998) kembali menjelaskan bahwa proses lumpur
aktif adalah teknik pengolahan air limbah dimana di dalam air limbah dan lumpur
biologis yang termanfaatkan kembali terdapat mikroorganisme yang tercampur dan
teraerasikan. Lumpur biologis tersebut kemudian dipisahkan dari air limbah
kemudian diolah di clarifier dan akan kembali ke proses aerasi atau dibuang.
Mikroorganisme dicampur secara merata dengan bahan organik yang masuk sebagai
makanan. Ketika mereka tumbuh dan bercampur dengan udara, masing-masing
organisme akan berflokulasi. Setelah terflokulasikan, organisme tadi siap masuk
ke clarifier sekunder untuk proses selanjutnya. Lumpur aktif akan terus
berkembang dengan konstan sehingga dapat dikembalikan untuk digunakan pada
proses aerasi. Volume lumpur yang kembali ke tahapan aerasi biasanya 40 hingga
60 persen dari aliran limbah, dan sisanya akan terbuang. Pertumbuhan
mikroorganisme tetap berkembang pada media sintetik. Diagram alir proses lumpur
aktif secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir proses lumpur aktif (Dohse and
Heywood,1998).
Proses lumpur aktif (activated sludge) pada pengolahan air
limbah memiliki kelebihan dan kekurangan apabila diterapkan untuk penanganan
dan pengolahan air limbah. Kelebihan yang dimiliki yaitu dapat dimanfaatkan pada
penanganan dan pengolahan untuk skala kecil (Industri rumah) hingga untuk skala
besar (Industri besar), dapat mengeliminasi bahan organik, dicapainya oksidasi
dan nitrifikasi, proses nitrifikasi secara biologis tanpa menambahkan bahan
kimia, eliminasi fosfor biologis, pemisahan padatan/cairan, stabilisasi lumpur,
mampu mengurangi padatan tersuspensi sebesar 97%, dan proses lumpur aktif
merupakan proses pengolahan air limbah yang paling banyak digunakan.
Kekurangan proses lumpur aktif yaitu tidak menghilangkan warna
dari limbah industri dan dapat meningkatkan warna melalui oksidasi, tidak
menghilangkan nutrient sehingga memerlukan penanganan tersier, daur ulang
biomassa menyebabkan konsentrasi biomassa yang tinggi di dalam tanki aerasi
sehingga diperlukan waktu tinggal yang tepat.
Proses
lumpur aktif (Activated sludge) terdiri dari penyisihan BOD (Biological oxygen
demand) , penyisihan nitrogen (Nitrifikasi dan denitrifikasi), dan penyisihan
fosfor. BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme untuk
menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air
buangan secara biologi. BOD dan COD digunakan untuk memonitoring kapasitas self
purification badan air penerima.
Dalam literatur lain dijelaskan pula bahwa, Lumpur
aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi
yang pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini
diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara
biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang
mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4.
dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused)
atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di
tangki penjernihan (Gariel Bitton, 1994).
Keberhasilan
pengolahan limbah secara biologi dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan
bakteri untuk membentuk flok, dengan demikian akan memudahkan pemisahan
partikel dan air limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang
terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur
aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge
Volume Index = SVI) dan Stirrd
Sludge Volume Index (SSVI). Perbedaan
antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok, yang diwakili oleh
faktor bentuk (Shape Factor = S).
Proses lumpur aktif dalam pengolahan air limbah
tergantung pada pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh
mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular.
Selama pengendapan flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan
flok kecil, menempel pada permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan
penjernihan dengan pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme
adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok
tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer
dalam flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur
granular dari reaktor lumpur anaerobik.
Macam-Macam Sistem Lumpur Aktif
Ù Sistem Lumpur Aktif
Konvensional
Proses Lumpur Aktif Konvensional dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut :
Gambar 1. Sistem Lumpur Aktif
Konvensional
Keterangan gambar 1.
1.
Tangki aerasi
Oksidasi aerobik material
organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk dan tercampur dengan
Lumpur Aktif Balik (Return Activated Sludge =RAS) atau disingkat
LAB membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung padatan
tersuspensi sekitar 1.500 - 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik.
Karakteristik dari proses lumpur aktif adalah adanya daur ulang dari biomassa.
Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata sel (biomassa) menjadi lebih lama
dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988). Keadaan
tersebut membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik
dalam waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8 jam.
2.
Tangki Sedimentasi
Tangki ini digunakan
untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama fase oksidasi
dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa sebaghian dari lumpur
dalam tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam tangki
aerasi dan sisanya dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara makanan dan
mikroorganisme (F/M Ratio).
Ù Modifikasi Proses Lumpur
Aktif Konvensional
Terdapat beberapa modifikasi dari
proses lumpur aktif konvensional
Gambar 2. Modifikasi proses lumpur aktif.
A. Sistem aerasi lanjutan.
B. Parit oksidasi (US EPA, 1977, dalam Bitton,
1994)
Keterangan gambar 2.
1.
Sistem Aerasi Lanjutan
Proses ini dipakai dalam
instalasi paket pengolahan dengan cara sebagai berikut :
1.
Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem
konvensional. Usia lumpur juga lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 15
hari.
2.
Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu
dalam pengendapan primer.
3.
Sistem beroperasi dalam F/M ratio yang lebih rendah (umumnya
<0,1 lb BOD/hari/lb MLSS) dari sistem konvensional (0,2 - 0,5 lb BOD/hari/lb
MLSS).
4.
Sistem ini membutuhkan membutuhkan sedikit aerasi
dibandingkan dengan pengolahan konvensional dan terutama cocok untuk komunitas
yang kecil yang menggunakan paket pengolahan.
2. Selokan Oksidasi (Oxidation
Ditch)
Selokan oksidasi terdiri
dari saluran aerasi yang berbentuk oval yang dilengkapi dengan satu atau lebih
rotor rotasi untuk aerasi limbah. Saluran ini menerima limbah yang telah disaring
dan mempunyai waktu tinggal hidraulik (hidraulic retention time)
mendekati 24 jam.
3. Stabilisasi Kontak
Setelah limbah dan lumpur
bercampur dalam tangki reaktor kecil untuk waktu yang singkat (20-40 menit),
aliran campuran tersebut dialirkan ke tangki penjernih dan lumpur dikembalikan
ke tangki stabilisasi dengan waktu tinggal 4 - 8 jam. Sistem ini menghasilkan
sedikit lumpur.
3. Sistem Aerasi Campuran
Pada sistem ini limbah
hanya diaerasi dalam tangki aerasi secara merata. Sistem ini dapat
menahan shock load dan racun.
4. Lumpur Aktif Kecepatan
Tinggi
Sistem ini digunakan
untuk mengolah limbah konsentrasi tinggi dan dioperasikan untuk beban BOD yang
sangat tinggi dibandingkan proses lumpur aktif konvensional. Proses ini
mempunyai waktu tinggal hidraulik sangat singkat. Sistem ini beroperasi pada
konsentrasi MLSS yang tinggi.
5. Aerasi Oksigen Murni
Sistem aerasi dengan
oksigen murni didasarkan pada prinsip bahwa laju tranfer oksigen lebih tinggi
pada oksigen murni dari pada oksigen atmosfir. Proses ini menghasilkan
kemampuan oksigen terlarut menjadi lebih tinggi, sehingga meningkatkan
efisiensi pengolahan dan mengurangi produksi lumpur.
Deskripsi Proses
Proses pengolahan air
limbah terbagi atas tiga tahap pemrosesan, yaitu :
- Proses primer yang meliputi :
a)
Penyaringan
kasar : air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm
dan 20 mm.
b)
Penghilangan
warna : Limbah cair berwarna setelah melewati tahap penyaringan, ditampung
dalam dua bak penampungan kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama
yang terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan
koagulasi FeSO4 (Fero
Sulfat) konsentrasinya 600 - 700 ppm untuk pengikatan warna. Selanjutnya
dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya
150 - 300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4.
Dari tangki kedua limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki
tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan
terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan
terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan warna dengan
cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses
penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10,
sehingga tidak bisa langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan
unsur-unsur yang masih terkandung didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I
diproses dengan sistem lumpur aktif. Cara tersebut merupakan perkembangan baru
yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal dari
koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.
c)
Ekualisasi
: Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum menampung dua sumber pembuangan yaitu
limbah cair tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur.
Kedua sumber pembuangan pengeluarkan air dengan karakteristik yang berbeda.
Oleh karena itu untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini
diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu
pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan sistem lumpur aktif,
terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling tower, karena untuk
proses aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air dari bak
ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q=
60 m3/jam).
d)
Penyaringan
halus : Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan
padatan dan larutan, sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari padatan
kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.
e)
Pendinginan : Karakteristik limbah produksi tekstil
umumnya mempunyai suhu antara 35-40oC, sehingga memerlukan
pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri
dalam sistem lumpur aktif. Karena suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30oC.
- Proses sekunder yang meliputi
proses biologi dan sedimentasi.
Biasanya terdapat tiga bak aerasi dengan sistem lumpur
aktif, yang pertama berbentuk oval mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
dengan bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval tidak memerlukan blower
sehingga dapat menghemat biaya listrik, selain itu perputaran air lebih
sempurna dan waktu kontak bakteri dengan limbah lebih merata serta tidak
terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya terjadi pada bak persegi panjang.
Kapatas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3. Pada masing-masing
bak aerasi ini terdapat sparator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen
ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi
dengan sistem lumpur aktif adalah DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang
telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan
yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri.
Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5 – 2,5 ppm, MLSS berkisar 4000 –
6000 mg/l, dan suhu berkisar 29 – 30oC.
Bak sedimentasi II mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya
dan bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk (agitator)
dengan putaran 2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran
endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi settling lumpur
yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan
lagi ke bak aerasi (return sludge=RS), karena kondisi pada bak sedimentasi
hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan perbandingan nilai
MLSS dan debit RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga dilakukan pemantauan
kaiment (ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLSS dengan menggunakan alat
MLSS meter.
- Proses tersier yang merupakan
tahap lanjutan dengan penambahan bahan kimia.
Pada
proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3),
Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi padatan tersuspensi yang
masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh
kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan. Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya
ditampung dalam bak interdiet yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter
untuk mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi dengan
menggunakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan alumunium sulfat
(konsentrasi antara 150 – 300 ppm) dan polimer (konsentrasi antara 0,5 – 2
ppm), sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan
tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal pengolahan air baku (water
teratment) yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk
memudahkan terbentuknya flok. Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer
(pengaduk) untuk mempercepat proses persenyawaan kimia antara air dan bahan
koagulan, juga terdapat pH kontrol yang berfungsi untuk memantau pH effluent
sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan dan proses
flokulasi berjalan dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur
akan diendapkan pada tangki sedimentasi III. Hasil endapan kemudian dipompakan
ke tangki penampungan lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan belt press
filter machine.
Melalui
upaya pengelolaan yang telah dilakukan, maka air limbah yang dibuang tidak akan
mencemari lingkungan. Biaya investasi pembangunan instalasi ini hanya sekitar
2% dari total investasi atau sekitar 2,5 milyard rupiah. Sistem pengolah limbah
yang digunakan merupakan perpaduan antara proses fisika, kimia, dan biologi.
Proses yang berperan dalam pengurangan bahan pencemar adalah proses biologi
yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan aerasi lanjutan (extended
aeration).
Selain
limbah cair terdapat pula limbah padat yang berupa lumpur, hasil samping dari
sistem pengolahan yang digunakan. Lumpur hasil olahan digunakan sebagai bahan
campuran pembuatan conblock dan batako press serta pupuk organik. Hal ini
merupakan salah satu alternatif dan langkah lebih maju dari dalam memanfaatkan
kembali limbah padat.
Analisa
ü
Kimia
1.
COD (Chemical Oxygen Demand) : Jumlah oksigen (ppm O2)
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi K2Cr2O7 yang
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
2.
BOD (Biochemical Oxygen Demand) : Suatu analisis empiris
yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologi yang
benar-benar terjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen (ppm O2)
yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengoksidasi hampir semua zat organis yang
terlarut dan sebagian zat organis yang tersuspensi dalam limbah cair.
3.
DO (Dissolved Oksigen) : Jumlah oksigen (ppm O2)
yang terlarut dalam air dan merupakan kebutuhan mutlak bagi mikroorganisma
(khususnya bakteri) dalam menguraikan zat organik.
4.
pH (Derajat Keasaman) : Didefinisikan sebagai pH = - log (H+)
yang menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan.
ü
Fisika
1.
MLSS (Mixed Liqour Suspended Solid) : Jumlah seluruh padatan
tersuspensi dalam suatu cairan (ppm) yang menggambarkan kepekatan lumpur pada
kolam aerasi khususnya.
2.
SV30 (Sludge Volume = 30) : Lumpur yang
mengendap secara gravitasi selama 30 menit (%) yang menunjukkan tingkat
kelarutan oksigen dalam lumpur aktif.
ü
Biologi
Parameter biologi yang diamati
berupa mikroorganisme predator bakteri, diantaranya prozoa dan avertebrata
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar